Minggu, 07 Juni 2015

Seven Minute part 1



punya tulisan  jadi post aja, selamat membaca :D

 Tidak ada hal yang sedang di tunggu oleh gadis kecil yang berdiri di depan toko permen selain keinginannya untuk bisa mencicipi salah satu permen yang tersusun rapih di etalase toko, namun ia perlu berfikir dua kali untuk bisa membelinya, bukan ia tidak mampu untuk membeli akan tetapi,  ada tugas lain yang harus dilakukannya, tentu saja  membantu kakek nya berjualan .jadi,  ia tidak harus mengantri panjang untuk bisa mencicipi permen yang sedari di lihatnya, karena toko memang sedang ramai.
Deta berjalan sambil mendorong sepedahnya yang sudah tua, sepedah itu sudah berumur lebih tua dari umur kakek, jadi maklum saja jika sepedah ini ada saja yang rusak, kemarin rantai nya sudah lepas beberapa kali ,dan hari ini Deta terpaksa mendorong sepedahnya karena ban sudah bocor. Deta baru saja pulang dari pusat kota untuk berjualan angklung buatan kakeknya, memang agak sulit untuk menjualnya. udah sore hari ini pun baru satu orang yang membeli, itupun karena anak kecil merengek-rengek ingin membeli angklung, kalau saja anak kecil itu tidak menangis maka Deta tidak akan mendapatkan uang sepersenpun.
Selama perjalan pulang , Deta melihat seorang lelaki yang umurnya tidak jauh berbeda ia terlihat cemas sambil meremas-remas kertas yang ada di tanganya dengan penasaran Deta nendekati lelaki itu.
“kenapa ?” Deta bertanya tanpa basa-basi
Lelaki itu menoleh ke kanan, ke kiri dan kebelakang untuk memastikan bahwa Gadis kecil yang ada di depannya bertanya kepadanya.
“tidak apa-apa,hmm..nama kamu siapa ?” tanya nya balik
“aku Deta” jawab Deta sambil tersenyum
“aku..” belum selesai ia menyebut namanya, ada perempuan separuh baya memanggil dengan berteriak di arah dalam sebuah Toko “Karel, Come here..”
“yah..senang berkenalan denganmu..” kata Karel lalu berjalan masuk kedalam.
Deta melihat lembaran kertas yang sedari tadi di remas-remas oleh Karel. kemudian, ia memungutnya, disana tertulis lomba membuat puisi tingkat nasional  yang di selengarakan oleh salah satu penerbit buku di indonesia.dengan Semangat Deta mendorong kembali sepedah dan pulang kerumah.


Kakek tak akan kaget ketika kemarin Deta hanya mendapatkan uang sedikit, karena itu sudah terbiasa untuk mereka, oleh sebab itu  Deta tidak bisa membawa bekal ke sekolah karena uang tidak cukup. Deta baru menginjak di bangku kelas lima, dan Deta tinggal berdua saja dengan kakek, dari sebagian keluarga sudah meninggal karena tsunami beberapa tahun lalu di aceh. hanya mereka berdua lah yang masih diberi kepercayaan untuk tetap bertahan hidup, dengan rumah yang sederhana  serta  sekolah dengan mendapatkan Beasiswa, Deta anak yang rajin,pintar dan tidak akan pernah menyerah.

“Deta, kamu sarapan dulu, kakek sudah buat singkong rebus “ kata kakek di dalam dapur.

“iyah kek ..” jawab Deta yang masih merapihkan bukunya kedalam tas. ketika itu selembaran kertas terjatuh kelantai, selembaran kertas tetang lomba puisi tersebut. Deta berniat akan mengikuti lomba membuat puisi itu, hanya saja ia perlu uang Administrasi pendaftaran. Deta melipat lembaran tersebut lalu dimasukkannya kedalam tas. lalu ia memakan singkong rebus yang sudah lama menantinya.

“Deta..Deta..”
Teman-teman sekolah Deta sudah menjemputnya , setelah berpamitan dengan Kakek Deta menghampiri teman-temannya. tidak mudah untuk bisa sampai di sekolah, mereka harus menyebrangi sungai dengan perahu kayu buatan mereka untuk menghemat biaya , jika tidak mereka harus membayar ongkos kepada petugas yang mengayuh perahu, karena buatan tangan sendiri sering kali perahu itu bocor dan membuat seragam mereka basah kuyup, akan tetapi bukan hanya mereka , masih ada anak-anak yang lain seperti mereka, jadi guru-guru sudah tidak asing dengan keadaan mereka yang basah kuyup setiap kali tiba di sekolah.
 Saat jam istirahat, Deta sedang memikirkan bagaimana cara ia mendapatkan uang untuk Administrasi pendaftaran itu ? dan juga puisi apa yang akan di buatnya ? akan tetapi, perut nya tidak bisa diam karena meminta makan, tidak usah khawatir dengan senang hati Anisa membagi kue yang di bawanya dari rumah.
Sepulang sekolah, seperti biasa Deta menjual Angklung buatan kakek di pasar, saat sedang berjualan ia melihat kembali Karel tempat yang sama kali ini ia tidak datang dengan ibunya, melainkan seorang lelaki separuh baya yang terlihat baik namun tegas.mungkin itu ayahnya.Deta berjalam menghampiri Karel
“hei..senang bisa bertemu denganmu lagi,itu ayahmu ?” seperti biasa Deta bertanya tanpa basa-basi sambil menunjuk lelaki yang mungkin saja ayahnya.
“iyah..kamu berjualan ?” tanya Karel saat melihat Angklung diranjang sepedah.
Deta mengangguk “kamu mau beli..?”
Lelaki separuh baya tersebut sudah keluar dari toko “ayo,Karel kita pulang..” kata lelaki tersebut tanpa memperdulikan Deta.
“lain kali saja, aku harus segera pergi..” jawab Karel lalu menyusul ayahnya.
Syukur sekali hari ini Angklung terjual lebih banyak dari kemarin, Deta duduk istirahat di bangku taman dengan sebotol air minum yang di bawanya.ketika itu, ia melihat anak kecil merengek kesakitan dengan segera Deta menghampiri.
“kamu kenapa ?”tanya Deta khawatir. kakinya berselimuti darah , baru saja Deta mencari pertolongan, perempuan separuh baya yang dilihatnya di toko bersama Karel berjalan menghampiri.
“oh tidak,Karin ..apa yang terjadi ?” tanya wanita tersebut.
Karin menangis kesakitan “kakiku tersandung batu bu..”
“ya sudah, sini ibu bantu kamu berdiri ,..” wanita tersebut memapah anaknya. melirik Deta dan mengucapkan terimakasih, lalu pergi.
awan sudah mulai gelap, Deta pulang ke rumah dengan sepedahnya yang sudah mulai tidak bisa di ajak kompromi. sesampainya di rumah, dia lalu mengeluarkan selembar kertas dan pensil dan duduk bearfikir di meja kamarnya, dengan suara kebisingan kakek yang sedang memotong bambu di luar.
Satu menit...dua menit...tiga menit..empat menit, belum ada inspirasi nya untuk membuat puisi
“Deta, ayokesini ..” teriak kakek memanggil.
“iyah kek..”sahut Deta
Sesampainya menghadap kakek “ ada apa kek ..?”tanya Deta.
“tolong kamu antarkan angklung ini, sudah ada yang pesan ..alamatnya ada di kertas ini..” jawab kakek sembari menyerahkan lembaran kertas di tangannya.
Deta mengangguk, lalu keluar siap mengayuh sepedahnya kembali. hari ini sudah pukul lima sore, untungnya awan tidak mendung jadi dengan santai Deta mengayuh sepedanya. setelah beberapa menit Deta mencari-cari alamat pemesan angklung yang akan di antarkannya. akhirnya alamat yang dituju sudah terlihat. rumah nya sangat besar bisa di bilang seperti istana, hanya saja bangunannya tidak seperti rumah-rumah ada di sekitarnya, bangunan tua ,kuno namun unik seperti bangunan istana jaman Belanda. Deta segera mencari tombol bel yang biasa ada di rumah-rumah besar, namun ia tidak melihatnya. Deta melihat lonceng keemasan di depan tiang  segeralah Deta mengahampiri dan menggoyang—goyang kan lonceng tersebut, tak lama pintu rumah berderik terbuka, kali ini orang yang di kenalnya.
“Karel..” seru Deta “rumah mu disini?”
“yah,ehmm..ada apa?” tanya Karel
“oh yah, aku mengantarkan pesanan Angklung ,.” Kata Deta sembari menyerahkan dua angklung di tangannya.
“terima kasih.” Ujar Karel sambil menerimanya
Suara klakson mobil terdengar di belakang ,Deta menoleh untuk melihat siapa yang datang, ternyata seorang perempuan separuh baya dan anak yang pernah ditemuinya tadi di taman.
“ibu dan adikku..” ujar Karel memberi tahu
Deta mengangguk, perempuan tersebut dan anak kecil itu berjalan kearahnya. Deta tersenyum ramah kepada perempuan tersebut, perempuan itu pun balas tersenyum.
“ini ibuku, dan ini adikku karin..” kata Karel memperkenalkan
“Deta ..” kata Deta sembari mengulurkan tangan.
Ibu Karel hanya tersenyum, kemudian masuk kedalam rumah
“terimakasih atas pesannanya..” kata Karel “kamu mau mampir dulu”,
 “sama-sama,tidak ..aku harus segera pergi ” jawab Deta
“okeh..hati-hati..” kata Karel, lalu menyusul ibunya.
Deta kembali pulang kerumah ,saat itu ada selembaran kertas yang tertiup angin dan tergeletak tepat di bawah kakinya .selembaran kertas yang sudah di penuhi minyak ,kotor,kumal ,namun terlihat tulisan memerah di kertas tersebut,Deta mengambilnya dan membaca tulisan tersebut.
“Tujuh menit menanti cahaya itu datang
Tujuh menit hal yang dapat mengubah hidupku
Tujuh menit  waktu yang aku butuhkan saat ini
Karena setidak nya, semua ini tidak akan terjadi” tertulis KRL
Deta memilir bibir bawahnya ,kemudian ia membawa selembaran kertas itu dan di masukkannya kedalam kantong celana. Tanpa memikirkan siapa pemilik kertas itu.
*
Deta berangkat kesekolah seperti biasanya, Anisa teman baiknya pun selalu menyempatkan waktu untuk belajar bersama setelah pulang sekolah.
“yang ini gimana caranya ?” tanya Anisa mengenai soal matematika.
Deta membantu menjawab soal yang di tanyakan oleh Anisa.
“kamu memang pintar yah, oh yah hari minggu besok aku akan ke hutan, kamu mau ikut?”
Deta mengerutkan dahi “ Hutan ? ngapain ?”
“mencari belalang dan kayu bakar, itu juga kalau kakek kamu mengizinkan” jawab Anisa
“nanti aku kasih tau yah, aku harus minta izin dulu sama kakek”
“ok”
Anisa pulang kerumah tapat pukul tiga sore, bersamaan dengan kakek yang baru saja tiba di rumah.
“eh ada Nisa” kata Kakek.
Anisa salaman sekalian berpamitan “ Nisa pulang dulu yah kek, tadi habis belajar bareng sama Deta, Assalamualaikum”
“walaikumsalam , hati-hati” kata Kakek.
“iyah”
Deta melihat tangan Kakek berdarah “ Kakek kenapa ? kok tangannya berdarah ?” tanya Deta dengan khawatir.
“oh ini , Kakek engga hati-hati mengambil bambu di hutanya, tidak apa-apa kok”
“Deta ambil obat yah” kakek mengangguk.
Tak lama Deta kembali dengan daun yang bisa menyembuhkan luka.
“sudah baikan kek ?” tanya Deta
“sudah, terima kasih yah Deta “ ujar Kakek dengan senyuman.
“sama-sama, Kakek terlihat lelah sekali, Deta ambil minum yah”
Kakek tersenyum dan bersyukur bisa memiliki cucuk sepintar dan sebaik Deta , akan tetapi sayang ia harus kehilangan keluarganya di saat ia butuh sekali kasih sayang mereka. Namun bukan berarti Kakek tidak menayayangi sepenuhnya terhadap Deta , kakek sangat menyanyangi Deta lebih dari apapun bahkan ia sudah menganggap Deta adalah anaknya. Deta sudah kembali dengan segelas air putih. Kakek meneguknya dengan tenang. Kemudian Kakek beristirahat. Sementara Deta sedang berkutik dengan soal matematika di kamarnya.
Jam sudah menunjukan pukul 07 malam, Deta keluar rumah karena bosan diam di dalam kamar, telinganya menangkap suara teriakan anak-anak yang sedang asyik menonton Tv tetangga. Deta malah memasang wajah bosan karena hampir setiap malam tetangga di rumahnya menonton Tv. Di kampung kami memang hanya sedikit yang memiliki Tv, jadi maklum saja terkadang anak-anak berkumpul di salah satu rumah dan nonton bersama. Itu tidak membuat Deta tertarik ia lebih memilih untuk belajar jika harus berteriak tidak jelas. Lamunannya di kejutkan dengan kakek yang membuka pintu.
“loh Deta kamu belum tidur ? besok kan harus sekolah” tanya Kakek yang duduk di samping Deta.
“Deta belum ngantuk kek, Deta kangen sama ibu dan bapa “ jawab Deta seraya menundukan kepala.
Kakek mengusap pangkal kepalaku “ mereka sudah hidup tenang disana, jangan sedih terus nanti wajah manis cucuk kakek hilang” canda Kakek.
“eh Kakek, kira-kira ibu sama bapa sedang ngapain yah di sana ?”
“mereka sedang tertawa dan berbincang-bincang dengan para bidadari” jawab kakek
Deta tersenyum senang “ Kakek tau dari mana? Dengan apa yang sedang mereka lakukan ?” tanya Deta polos.
“orang yang selalu berbuat baik seperti ibu dan bapak mu, sudah pasti mereka akan memiliki tempat yang baik pula di sisi tuhan, bukankah begitu yang selalu kamu dengar dari gurumu ?”
Deta mengangguk “ kapan yah Deta ketemu dengan mereka ?”
Kakek mendecak lidahnya “ nanti saja yah, kakek masih ingin bermain dan tinggal bersama Deta”
“kalau begitu, ibu dan bapak harus bersabar menunggu kita”
“yahhh..yasudah sekarang sudah malam, ayo tidur” ajak Kakek
Deta mengangguk “iyah kek”
Deta pun diantar kakek ke kamar, lalu kakek kembali ke kamarnya. Dalam langit malam ada dua bintang yang sangat berderang “ selamat malam ibu dan bapak”
Deta pun menutup kedua matanya dan terlelap.

Bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar