punya tulisan jadi post aja, selamat membaca :D
Tidak
ada hal yang sedang di tunggu oleh gadis kecil yang berdiri di depan toko
permen selain keinginannya untuk bisa mencicipi salah satu permen yang tersusun
rapih di etalase toko, namun ia perlu berfikir dua kali untuk bisa membelinya, bukan
ia tidak mampu untuk membeli akan tetapi, ada tugas lain yang harus dilakukannya, tentu
saja membantu kakek nya berjualan .jadi,
ia tidak harus mengantri panjang untuk
bisa mencicipi permen yang sedari di lihatnya, karena toko memang sedang ramai.
Deta
berjalan sambil mendorong sepedahnya yang sudah tua, sepedah itu sudah berumur
lebih tua dari umur kakek, jadi maklum saja jika sepedah ini ada saja yang
rusak, kemarin rantai nya sudah lepas beberapa kali ,dan hari ini Deta terpaksa
mendorong sepedahnya karena ban sudah bocor. Deta baru saja pulang dari pusat
kota untuk berjualan angklung buatan kakeknya, memang agak sulit untuk
menjualnya. udah sore hari ini pun baru satu orang yang membeli, itupun karena
anak kecil merengek-rengek ingin membeli angklung, kalau saja anak kecil itu
tidak menangis maka Deta tidak akan mendapatkan uang sepersenpun.
Selama
perjalan pulang , Deta melihat seorang lelaki yang umurnya tidak jauh berbeda
ia terlihat cemas sambil meremas-remas kertas yang ada di tanganya dengan penasaran
Deta nendekati lelaki itu.
“kenapa
?” Deta bertanya tanpa basa-basi
Lelaki
itu menoleh ke kanan, ke kiri dan kebelakang untuk memastikan bahwa Gadis kecil
yang ada di depannya bertanya kepadanya.
“tidak
apa-apa,hmm..nama kamu siapa ?” tanya nya balik
“aku
Deta” jawab Deta sambil tersenyum
“aku..”
belum selesai ia menyebut namanya, ada perempuan separuh baya memanggil dengan
berteriak di arah dalam sebuah Toko “Karel, Come
here..”
“yah..senang
berkenalan denganmu..” kata Karel lalu berjalan masuk kedalam.
Deta
melihat lembaran kertas yang sedari tadi di remas-remas oleh Karel. kemudian,
ia memungutnya, disana tertulis lomba membuat puisi tingkat nasional yang di selengarakan oleh salah satu penerbit
buku di indonesia.dengan Semangat Deta mendorong kembali sepedah dan pulang
kerumah.
Kakek
tak akan kaget ketika kemarin Deta hanya mendapatkan uang sedikit, karena itu
sudah terbiasa untuk mereka, oleh sebab itu Deta tidak bisa membawa bekal ke sekolah
karena uang tidak cukup. Deta baru menginjak di bangku kelas lima, dan Deta
tinggal berdua saja dengan kakek, dari sebagian keluarga sudah meninggal karena
tsunami beberapa tahun lalu di aceh. hanya mereka berdua lah yang masih diberi
kepercayaan untuk tetap bertahan hidup, dengan rumah yang sederhana serta
sekolah dengan mendapatkan Beasiswa, Deta anak yang rajin,pintar dan
tidak akan pernah menyerah.
“Deta,
kamu sarapan dulu, kakek sudah buat singkong rebus “ kata kakek di dalam dapur.
“iyah
kek ..” jawab Deta yang masih merapihkan bukunya kedalam tas. ketika itu
selembaran kertas terjatuh kelantai, selembaran kertas tetang lomba puisi
tersebut. Deta berniat akan mengikuti lomba membuat puisi itu, hanya saja ia
perlu uang Administrasi pendaftaran. Deta melipat lembaran tersebut lalu
dimasukkannya kedalam tas. lalu ia memakan singkong rebus yang sudah lama
menantinya.
“Deta..Deta..”
Teman-teman
sekolah Deta sudah menjemputnya , setelah berpamitan dengan Kakek Deta
menghampiri teman-temannya. tidak mudah untuk bisa sampai di sekolah, mereka
harus menyebrangi sungai dengan perahu kayu buatan mereka untuk menghemat biaya
, jika tidak mereka harus membayar ongkos kepada petugas yang mengayuh perahu, karena
buatan tangan sendiri sering kali perahu itu bocor dan membuat seragam mereka
basah kuyup, akan tetapi bukan hanya mereka , masih ada anak-anak yang lain
seperti mereka, jadi guru-guru sudah tidak asing dengan keadaan mereka yang
basah kuyup setiap kali tiba di sekolah.
Saat jam istirahat, Deta sedang memikirkan
bagaimana cara ia mendapatkan uang untuk Administrasi pendaftaran itu ? dan
juga puisi apa yang akan di buatnya ? akan tetapi, perut nya tidak bisa diam
karena meminta makan, tidak usah khawatir dengan senang hati Anisa membagi kue
yang di bawanya dari rumah.
Sepulang
sekolah, seperti biasa Deta menjual Angklung buatan kakek di pasar, saat sedang
berjualan ia melihat kembali Karel tempat yang sama kali ini ia tidak datang
dengan ibunya, melainkan seorang lelaki separuh baya yang terlihat baik namun
tegas.mungkin itu ayahnya.Deta berjalam menghampiri Karel
“hei..senang
bisa bertemu denganmu lagi,itu ayahmu ?” seperti biasa Deta bertanya tanpa
basa-basi sambil menunjuk lelaki yang mungkin saja ayahnya.
“iyah..kamu
berjualan ?” tanya Karel saat melihat Angklung diranjang sepedah.
Deta
mengangguk “kamu mau beli..?”
Lelaki
separuh baya tersebut sudah keluar dari toko “ayo,Karel kita pulang..” kata
lelaki tersebut tanpa memperdulikan Deta.
“lain
kali saja, aku harus segera pergi..” jawab Karel lalu menyusul ayahnya.
Syukur
sekali hari ini Angklung terjual lebih banyak dari kemarin, Deta duduk
istirahat di bangku taman dengan sebotol air minum yang di bawanya.ketika itu, ia
melihat anak kecil merengek kesakitan dengan segera Deta menghampiri.
“kamu
kenapa ?”tanya Deta khawatir. kakinya berselimuti darah , baru saja Deta
mencari pertolongan, perempuan separuh baya yang dilihatnya di toko bersama
Karel berjalan menghampiri.
“oh
tidak,Karin ..apa yang terjadi ?” tanya wanita tersebut.
Karin
menangis kesakitan “kakiku tersandung batu bu..”
“ya
sudah, sini ibu bantu kamu berdiri ,..” wanita tersebut memapah anaknya. melirik
Deta dan mengucapkan terimakasih, lalu pergi.
awan
sudah mulai gelap, Deta pulang ke rumah dengan sepedahnya yang sudah mulai
tidak bisa di ajak kompromi. sesampainya di rumah, dia lalu mengeluarkan
selembar kertas dan pensil dan duduk bearfikir di meja kamarnya, dengan suara
kebisingan kakek yang sedang memotong bambu di luar.
Satu
menit...dua menit...tiga menit..empat menit, belum ada inspirasi nya untuk
membuat puisi
“Deta,
ayokesini ..” teriak kakek memanggil.
“iyah
kek..”sahut Deta
Sesampainya
menghadap kakek “ ada apa kek ..?”tanya Deta.
“tolong
kamu antarkan angklung ini, sudah ada yang pesan ..alamatnya ada di kertas
ini..” jawab kakek sembari menyerahkan lembaran kertas di tangannya.
Deta
mengangguk, lalu keluar siap mengayuh sepedahnya kembali. hari ini sudah pukul
lima sore, untungnya awan tidak mendung jadi dengan santai Deta mengayuh
sepedanya. setelah beberapa menit Deta mencari-cari alamat pemesan angklung yang
akan di antarkannya. akhirnya alamat yang dituju sudah terlihat. rumah nya
sangat besar bisa di bilang seperti istana, hanya saja bangunannya tidak
seperti rumah-rumah ada di sekitarnya, bangunan tua ,kuno namun unik seperti
bangunan istana jaman Belanda. Deta segera mencari tombol bel yang biasa ada di
rumah-rumah besar, namun ia tidak melihatnya. Deta melihat lonceng keemasan di
depan tiang segeralah Deta mengahampiri
dan menggoyang—goyang kan lonceng tersebut, tak lama pintu rumah berderik
terbuka, kali ini orang yang di kenalnya.
“Karel..”
seru Deta “rumah mu disini?”
“yah,ehmm..ada
apa?” tanya Karel
“oh
yah, aku mengantarkan pesanan Angklung ,.” Kata Deta sembari menyerahkan dua
angklung di tangannya.
“terima
kasih.” Ujar Karel sambil menerimanya
Suara
klakson mobil terdengar di belakang ,Deta menoleh untuk melihat siapa yang
datang, ternyata seorang perempuan separuh baya dan anak yang pernah ditemuinya
tadi di taman.
“ibu
dan adikku..” ujar Karel memberi tahu
Deta
mengangguk, perempuan tersebut dan anak kecil itu berjalan kearahnya. Deta
tersenyum ramah kepada perempuan tersebut, perempuan itu pun balas tersenyum.
“ini
ibuku, dan ini adikku karin..” kata Karel memperkenalkan
“Deta
..” kata Deta sembari mengulurkan tangan.
Ibu
Karel hanya tersenyum, kemudian masuk kedalam rumah
“terimakasih
atas pesannanya..” kata Karel “kamu mau mampir dulu”,
“sama-sama,tidak ..aku harus segera pergi ”
jawab Deta
“okeh..hati-hati..”
kata Karel, lalu menyusul ibunya.
Deta
kembali pulang kerumah ,saat itu ada selembaran kertas yang tertiup angin dan
tergeletak tepat di bawah kakinya .selembaran kertas yang sudah di penuhi
minyak ,kotor,kumal ,namun terlihat tulisan memerah di kertas tersebut,Deta
mengambilnya dan membaca tulisan tersebut.
“Tujuh
menit menanti cahaya itu datang
Tujuh
menit hal yang dapat mengubah hidupku
Tujuh
menit waktu yang aku butuhkan saat ini
Karena
setidak nya, semua ini tidak akan terjadi” tertulis KRL
Deta memilir bibir bawahnya
,kemudian ia membawa selembaran kertas itu dan di masukkannya kedalam kantong
celana. Tanpa memikirkan siapa pemilik kertas itu.
*
Deta berangkat kesekolah seperti
biasanya, Anisa teman baiknya pun selalu menyempatkan waktu untuk belajar
bersama setelah pulang sekolah.
“yang ini gimana caranya ?” tanya
Anisa mengenai soal matematika.
Deta membantu menjawab soal yang
di tanyakan oleh Anisa.
“kamu memang pintar yah, oh yah
hari minggu besok aku akan ke hutan, kamu mau ikut?”
Deta mengerutkan dahi “ Hutan ?
ngapain ?”
“mencari belalang dan kayu bakar,
itu juga kalau kakek kamu mengizinkan” jawab Anisa
“nanti aku kasih tau yah, aku
harus minta izin dulu sama kakek”
“ok”
Anisa pulang kerumah tapat pukul
tiga sore, bersamaan dengan kakek yang baru saja tiba di rumah.
“eh ada Nisa” kata Kakek.
Anisa salaman sekalian berpamitan
“ Nisa pulang dulu yah kek, tadi habis belajar bareng sama Deta,
Assalamualaikum”
“walaikumsalam , hati-hati” kata
Kakek.
“iyah”
Deta melihat tangan Kakek
berdarah “ Kakek kenapa ? kok tangannya berdarah ?” tanya Deta dengan khawatir.
“oh ini , Kakek engga hati-hati
mengambil bambu di hutanya, tidak apa-apa kok”
“Deta ambil obat yah” kakek
mengangguk.
Tak lama Deta kembali dengan daun
yang bisa menyembuhkan luka.
“sudah baikan kek ?” tanya Deta
“sudah, terima kasih yah Deta “
ujar Kakek dengan senyuman.
“sama-sama, Kakek terlihat lelah
sekali, Deta ambil minum yah”
Kakek tersenyum dan bersyukur
bisa memiliki cucuk sepintar dan sebaik Deta , akan tetapi sayang ia harus
kehilangan keluarganya di saat ia butuh sekali kasih sayang mereka. Namun bukan
berarti Kakek tidak menayayangi sepenuhnya terhadap Deta , kakek sangat
menyanyangi Deta lebih dari apapun bahkan ia sudah menganggap Deta adalah anaknya.
Deta sudah kembali dengan segelas air putih. Kakek meneguknya dengan tenang.
Kemudian Kakek beristirahat. Sementara Deta sedang berkutik dengan soal
matematika di kamarnya.
Jam sudah menunjukan pukul 07
malam, Deta keluar rumah karena bosan diam di dalam kamar, telinganya menangkap
suara teriakan anak-anak yang sedang asyik menonton Tv tetangga. Deta malah
memasang wajah bosan karena hampir setiap malam tetangga di rumahnya menonton
Tv. Di kampung kami memang hanya sedikit yang memiliki Tv, jadi maklum saja
terkadang anak-anak berkumpul di salah satu rumah dan nonton bersama. Itu tidak
membuat Deta tertarik ia lebih memilih untuk belajar jika harus berteriak tidak
jelas. Lamunannya di kejutkan dengan kakek yang membuka pintu.
“loh Deta kamu belum tidur ?
besok kan harus sekolah” tanya Kakek yang duduk di samping Deta.
“Deta belum ngantuk kek, Deta
kangen sama ibu dan bapa “ jawab Deta seraya menundukan kepala.
Kakek mengusap pangkal kepalaku “
mereka sudah hidup tenang disana, jangan sedih terus nanti wajah manis cucuk
kakek hilang” canda Kakek.
“eh Kakek, kira-kira ibu sama
bapa sedang ngapain yah di sana ?”
“mereka sedang tertawa dan
berbincang-bincang dengan para bidadari” jawab kakek
Deta tersenyum senang “ Kakek tau
dari mana? Dengan apa yang sedang mereka lakukan ?” tanya Deta polos.
“orang yang selalu berbuat baik
seperti ibu dan bapak mu, sudah pasti mereka akan memiliki tempat yang baik
pula di sisi tuhan, bukankah begitu yang selalu kamu dengar dari gurumu ?”
Deta mengangguk “ kapan yah Deta
ketemu dengan mereka ?”
Kakek mendecak lidahnya “ nanti
saja yah, kakek masih ingin bermain dan tinggal bersama Deta”
“kalau begitu, ibu dan bapak
harus bersabar menunggu kita”
“yahhh..yasudah sekarang sudah
malam, ayo tidur” ajak Kakek
Deta mengangguk “iyah kek”
Deta pun diantar kakek ke kamar,
lalu kakek kembali ke kamarnya. Dalam langit malam ada dua bintang yang sangat
berderang “ selamat malam ibu dan bapak”
Deta pun menutup kedua matanya
dan terlelap.
Bersambung ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar